AJB Anda Disertifikatkan Oleh Orang Lain? Ambil Langkah Hukum Ini


KOMNAS LKPI - Dalam kehidupan di masyarakat kita, ada salah satu kasus pertanahan, yakni seseorang membeli sebidang tanah, lalu Pihak Pembeli dan Penjual hanya membuat sebuah ikatan jual beli berupa Akta Jual Beli (AJB) sebagai dasar transaksi dan kepemilikan atas tanah yang telah ditransaksikannya tersebut. Kemudian, seiring berjalannya waktu, Pihak Penjual melakukan pembuatan sertifikat tanah yang telah dijualnya atas nama dirinya sendiri, hal ini tentu saja sangat merugikan Pihak Pembeli. Lalu, bagaimana langkah hukum yang perlu ditempuh oleh Si Pembeli tersebut?

Bukti Hak atas Tanah

Perlu kita pahami, dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997), disebut secara jelas bahwa Sertifikat Tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Juga disebut dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) mengatakan bahwa penerbitan surat-surat tanda bukti hak (sertifikat tanah) atas pendaftaran tanah merupakan alat pembuktian yang kuat.

Jadi, apabila suatu tanah tidak bersertifikat, maka kurang sempurna bukti kepemilikan atas tanah tersebut. Apabila hanya Akta Jual Beli (AJB) sebagai dasar atas kepemilikan tanah, maka masih belum sempurna sebagai dasar kepemilikan tanah dikarenakan belum dilakukannya balik nama pada sertifikat tanah.

Akta Peralihan Hak atas Tanah yang Dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah

Peralihan hak atas tanah (melalui jual beli) disebutkan dalam Pasal 37 ayat (1) PP 24/1997 yang berbunyi:

"Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku."

Memiliki AJB saja belum sepenuhnya menguatkan status sebagai pemilik sebuah tanah. Oleh karenanya, setelah memiliki AJB, pemilik tanah biasanya akan meningkatkan statusnya menjadi Sertipikat Hak Milik (SHM).

SHM adalah jenis kepemilikan rumah atau tanah yang mempunyai kekuatan hukum terkuat. SHM juga merupakan bukti atas kepemilikan penuh hak atas lahan dan/atau tanah yang dimiliki sang pemegang SHM.

Perlu diketahui juga, AJB yang sudah diterbitkan antara penjual dengan pembeli, yaitu Pihak Pembeli dengan Pihak Penjual adalah sah dan mengikat, sehingga AJB yang disertifikatkan oleh orang lain yakni pemilik sebelumnya (penjual) adalah cacat hukum.

Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

Yang menjadi objek gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah keputusan tata usaha negara. Sertifikat hak atas tanah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan BPN merupakan badan atau pejabat tata usaha negara, sehingga jika ada sengketa terhadap sertifikat hak atas tanah yang berhak memeriksa dan mengadili adalah PTUN sebagai yang memiliki kewenangan mutlak.

Sebelum masuk ke pengadilan, masih ada upaya yang bisa ditempuh untuk mambatalkan penetapan hak atas tanah. Dalam Pasal 106 ayat (1) jo. Pasal 119 Permen Agrarian/BPN 9/1999, dikatakan bahwa keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Pembatalan hak atas tanah yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dilaksanakan.

Jadi, bagi siapa saja yang merasa dirugikan dengan adanya penerbitan sertifikat hak atas tanah, dan dia menganggap penerbitan tersebut cacat hukum administratif, maka dapat mengajukan pembatalan penetapan hak atas tanah.

Dalam Pasal 107 Permen Agraria/BPN 9/1999, disebutkan bahwa cacat hukum administratif mencakup:
  • a. kesalahan prosedur;
  • b. kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
  • c. kesalahan subjek hak;
  • d. kesalahan objek hak;
  • e. kesalahan jenis hak;
  • f. kesalahan perhitungan luas;
  • g. terdapat tumpang tindih hak atas tanah;
  • h. data yuridis atau data data fisik tidak benar; atau
  • i. kesalahan lainnya yang bersifat administratif,
Maka dari itu, segera lakukan balik nama sertifikat tanah tersebut dengan dasar Akta Jual Beli (AJB) yang ditandatangani oleh para pihak, tentunya setelah melakukan pembatalan terhadap sertifikat atas nama Penjual terlebih dahulu.


Posting Komentar

Komentar anda kami tunggu agar kami dapat memberikan edukasi dalam pengembangan hukum saat ini.

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak