Bagaimana Kedudukan PPJB Dalam Jual Beli Tanah?


KOMNAS LKPI - Penting untuk kita ketahui bersama bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah istilah umum yang telah dikenal dalam proses jual beli tanah atau rumah. PPJB tidak diatur secara spesifik dalam peraturan maupun perundang-undangan. Namun, terdapat sejumlah peraturan yang menggunakan istilah PPJB, yang salah satunya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 dan aturan perubahannya.

Istilah Sistem PPJB dan PPJB

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta jual beli.

Kemudian, masih dalam peraturan yang sama didefinisikan juga bahwa PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dibuat di hadapan notaris.

Tujuan PPJB

PPJB yang terkandung pada pasal di atas, secara umum dapat dipahami bahwa PPJB adalah kesepakatan awal antara calon penjual dengan calon pembeli yang memperjanjikan akan dilakukannya transaksi jual beli atas suatu benda, pada umumnya benda tidak bergerak termasuk tanah dan rumah.

Tujuan dari PPJB itu sendiri adalah untuk mengikat Calon Penjual agar pada saat yang telah diperjanjikan, penjual akan menjual benda atau hak miliknya kepada calon pembeli, dan pada saat yang sama perjanjian tersebut juga mengikat calon pembeli untuk membeli benda atau hak milik calon penjual, sesuai dengan ketentuan yang telah diperjanjikan para pihak.

Jenis PPJB

Dilihat dari pelunasan pembayaran, ada dua jenis PPJB, yaitu PPJB belum lunas dan PPJB lunas. PPJB Lunas adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang baru merupakan janji-janji karena harganya belum dilunasi.

Kemudian, PPJB lunas adalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang sudah dilakukan secara lunas, namun belum bisa dilaksanakan pembuatan akta jual belinya di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena ada proses yang belum selesai, misal pemecahan sertifikat, dan lainnya.

Syarat PPJB

Rumah tinggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap pembangunan dapat dilakukan pemasaran terlebih dahulu oleh pelaku pembangunan melalui sistem PPJB. Akan tetapi sistem PPJB tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan, yaitu:
  • a. status kepemilikan tanah;
  • b. hal yang diperjanjikan;
  • c. ketersediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan
  • d. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Kekuatan Hukum PPJB

Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah.

Dari ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang diakui secara tegas sebagai bukti peralihan hak atas tanah melalui jual beli adalah Akta Jual Beli (AJB), meskipun baik PPJB dan AJB adalah bagian dari proses jual beli tanah.

Biasanya PPJB digunakan karena tanah yang akan menjadi obyek jual beli belum dapat dialihkan karena alasan tertentu, misalnya saja karena tanahnya masih dalam agunan atau masih menunggu proses pemecahan sertifikat, dan lain-lain. PPJB bukanlah sebuah keharusan, namun dapat dilakukan jika pihak-pihak menghendaki PPJB sebelum dibuat AJB.

Meskipun pada prinsipnya PPJB adalah tidak mengakibatkan beralihnya hak kepemilikan, namun jika mengacu pada Lampiran Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016 halaman 5, disebut bahwa peralihan hak atas tanah berdasarkan PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan iktikad baik. Dengan demikian, apabila salah satu persyaratan tersebut terpenuhi, maka PPJB merupakan bukti peralihan hak atas tanah.

Pemecahan Bidang Tanah atau Akta Jual Beli Dulu?

Berdasarkan ketentuan Pasal 95 ayat (1) Permen ATR/BPN 3/1997 AJB merupakan salah satu akta tanah yang dapat dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah, termasuk pemecahan bidang tanah yang merupakan salah satu bentuk perubahan data fisik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa AJB dapat dilaksanakan terlebih dahulu baru kemudian AJB tersebut dijadikan dasar permohonan pemecahan bidang tanah.

Namun di sisi lain, berdasarkan Pasal 133 ayat (1) ATR/BPN 3/1997, dalam permohonan pemecahan bidang tanah yang telah didaftar, tidak disyaratkan untuk mencantumkan AJB.

Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa apabila hendak dilakukan pemecahan bidang tanah, maka yang perlu dilampirkan dalam permohonannya adalah:
  • a. sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan;
  • b. identitas pemohon;
  • c. persetujuan tertulis pemegang hak tanggungan, apabila hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan.

Jadi jelaslah disini, bahwa dari kedua pasal tersebut bahwasannya tidak ada ketentuan yang mengharuskan dilakukannya pemecahan bidang tanah terlebih dahulu sebelum dilakukannya AJB maupun sebaliknya. Sehingga, para pihak boleh memilih melakukan AJB terlebih dahulu atau melakukan pemecahan bidang tanah terlebih dahulu.

Dalam praktiknya, umumnya penjualan sebagian hak atas tanah dilakukan dengan pemecahan bidang tanah terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk memudahkan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut. Selain itu, dengan adanya AJB maka pihak pembeli dapat segera melakukan proses balik nama.

Dapat disimpulkan bahwa dalam proses peralihan hak atas tanah, terlebih atas tanah yang telah dilakukan pemecahan sertifikat, sangat mungkin untuk dilakukan dengan langsung membuat AJB dihadapan PPAT tanpa harus lebih dahulu membuat PPJB.

Pada intinya, PPJB adalah perjanjian pendahuluan yang bukan merupakan kewajiban. Dengan kata lain, pada prinsipnya peralihan hak atas tanah tidak mengharuskan adanya PPJB.


1 Komentar

Komentar anda kami tunggu agar kami dapat memberikan edukasi dalam pengembangan hukum saat ini.

  1. Thank you for sharing this interesting essay about the world of online games with us. As a reputable supplier of Sky247 Login, we are dedicated to providing our customers with a safe and dependable online betting environment so they can enjoy the thrill of cricket betting

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak